LAPORAN
PENDAHULUAN
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN KARDIOVASKULER PADA KASUS ARITMIA
(GANGGUAN
IRAMA JANTUNG)
I.
KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian
Gangguan irama jantung atau aritmia
merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau
disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan
oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999). Aritmia timbul
akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan
elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi
yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994). Gangguan irama
jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga
termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).
Beberapa tipe malfungsi jantung yang
paling mengganggu tidak terjadi sebagai akibat dari otot jantung yang abnormal
tetapi karena irama jantung yang abnormal. Sebagai contoh, kadang-kadang denyut
atrium tidak terkoordinasi dengan denyut dari ventrikel, sehingga atrium tidak
lagi berfungsi sebagai pendahulu bagi ventrikel.
Aritmia adalah kelainan
elektrofisiologi jantung dan terutama kelainan system konduksi jantung. Aritmia
adalah gangguan pembentukan dan/atau penghantaran impuls.
Beberapa sifat system konduksi jantung dan
istilah-istilah yang penting untuk pemahaman aritmia :
1. Periode refrakter
Dari awal depolarisasi hingga awal
repolarisasi sel-sel miokard tidak dapat menjawab stimulus baru yang kuat
sekalipun. Periode ini disebut periode refrakter mutlak. Fase selanjutnya
hingga hampir akhir repolarisasi, sel-sel miokard dapat menjawab stimulus yang
lebih kuat. Fase ini disebut fase refrakter relative.
2. Blok
Yang dimaksud dengan blok ialah
perlambatan atau penghentian penghantaran impuls.
3. Pemacu Ektopik atau Focus Ektopik
Ialah suatu pemacu atau focus di
luar sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari sinus disebut kompleks sinus.
Kompleks QRS yang dipacu dari focus ektopik disebut kompleks ektopik.
4. Konduksi Tersembunyi
Hal ini terutama berhubungan dengan
simpul AV yaitu suatu impuls yang melaluinya tak berhasil menembusnya hingga
ujung yang lain, tetapi perubahan-perubahan akibat konduksi ini tetap terjadi,
yaitu terutama mengenai periode refrakter.
5. Konduksi Aberan
Konduksi aberan ialah konduksi yang
menyimpang dari jalur normal. Hal ini disebabkan terutama karena perbedaan
periode refrakter berbagai bagian jalur konduksi. Konduksi aberan bisa terjadi
di atrial maupun ventrikel, tetapi yang terpenting ialah konduksi ventricular
aberan, yang ditandai dengan kompleks QRS yang melebar dan konfigurasi yang
berbeda. Konduksi atrial aberan ditandai dengan P yang melebar dan konfigurasi
yang berbeda.
6. Re-Entri
Re-entri ialah suatu keadaan dimana
suatu impuls yang sudah keluar dari suatu jalur konduksi, melalui suatu jalan
lingkar masuk kembali ke jalur semula. Dengan demikian bagian miokard yang
bersangkutan mengalami depolarisasi berulang.
8. Mekanisme Lolos
Suatu kompleks lolos ialah kompleks
ektopik yang timbul karena terlambatnya impuls yang datang dari arah atas.
Kompleks lolos paling sering timbul di daerah penghubung AV dan ventrikel,
jarang di atria. Jelas bahwa mekanisme lolos ialah suatu mekanisme penyelamatan
system konduksi jantung agar jantung tetap berdenyut meskipun ada gangguan
datangnya impuls dari atas.
B. Klasifikasi
Pada umumnya artimia dibagi menjadi 2 golongan besar,
yaitu :
1. Gangguan pembentukan
impuls
a)
Gangguan pembentukan impuls di sinus
Takikardia sinus, bradikardi sinus, artimia sinus,
henti sinus.
b)
Gangguan pembentukan impuls di
artria (aritmia atrial)
c)
Ekstrasistol atrial, takiakardia
atrial, gelepar atria, fibrilasi atrial, pemacu kelana atrial.
d)
Pembentukan impuls di penghubung AV
(aritmia penghubung)
e)
Ekstrasistole penghubung AV,
takikardia penghubung AV, irama lolos penghubung AV.
f)
Pembentukan impuls di ventricular
(artimia ventricular)
Ekstrasistole ventricular, takikardia ventricular,
gelepar ventricular, fibrilasi ventricular, henti ventricular, irama lolos
ventricular.
2. Gangguan penghantaran
impuls
a) Blok Sino
Atrial (SA Block)
Irama teratur, kecuali pada
gelombang yang hilang. Frekwensi umumnya kurang dari 60x/menit. Gelombang P
normal, dan hilang pada saat terjadi block. Interval PR normal, dan hilang pada
saat terjadi block. Gelombang ORS normal (0,06 - 0,12 detik).
b) Blok Atrio
Ventrikular (AV Block)
-
Blok Atrio Ventrikular Derajat 1
-
Blok Atrio Ventrikular Derajat 2
-
Blok Atrio Ventrikular Derajat 3
(Total AV Block)
Irama teratur.
Frekwensi (HR) kurang dari 60x/menit. Gelombang P normal, tetapi gelombang P
dan gelombang ORS berdiri sendiri-sendiri sehingga gelombang P kadang diikuti
gelombang QRS kadang tidak. Interval PR berubah-ubah. Gelombang QRS normal atau
memanjang lebih dari 0,12 detik.
c) Blok
Intraventrikular
C.
Etiologi
Penyebab dari aritmia jantung
biasanya satu atau gabungan dari kelainan berikut ini dalam sistem
irama-konduksi jantung :
1.
Irama abnormal dari pacu jantung.
2.
Pergeseran pacu jantung dari nodus
sinus ke bagian lain dari jantung.
3.
Blok pada tempat-tempat yang berbeda
sewaktu menghantarkan impuls melalui jantung.
4.
Jalur hantaran impuls yang abnormal
melalui jantung.
5.
Pembentukan yang spontan dari impuls
abnormal pada hamper semua bagian jantung.
Beberapa
kondisi atau penyakit yang dapat menyebabkan aritmia adalah :
1.
Peradangan jantung, misalnya demam
reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi).
2.
Gangguan sirkulasi koroner
(atherosclerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard,
infark miokard.
3.
Karena obat (intoksikasi) antara
lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti aritmia lainnya.
4.
Gangguan keseimbangan elektrolit
(hiperkalemia, hipokalemia).
5.
Gangguan pada pengaturan susunan
saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung.
6.
Gangguan psikoneurotik dan susunan
saraf pusat.
7.
Gangguan metabolic (asidosis,
alkalosis).
8.
Gangguan endokrin (hipertiroidisme,
hipotiroidisme).
9.
Gangguan irama jantung akibat gagal
jantung.
10.
Gangguan irama jantung karena
karmiopati atau tumor jantung.
11.
Gangguan irama jantung karena
penyakit degenerasi (fibrosis system konduksi jantung).
D. PATOFISIOLOGI
Aritmia atau disritmia adalah
perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi
elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999). Aritmia timbul akibat
perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini
bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik
aktivitas listrik sel (Price, 1994).
E. Web Of Cotion
F. . Tada Dan Gejala
1. Aritmia Nodus Sinus
a.
Bradikardia Sinus
Bradikardi sinus bisa terjadi karena
stimulasi vagal, intoksikasi digitalis, peningkatan tekanan intrakanial, atau
infark miokard (MI). Bradikardi sinus juga dijumpai pada olahragawan berat,
orang yang sangat kesakitan, atau orang yang mendapat pengobatan (propanolol,
reserpin, metildopa), pada keadaan hipoendokrin (miksedema, penyakit adison,
panhipopituitarisme), pada anoreksia nervosa, pada hipotermia, dan setelah
kerusakan bedah nodus SA.
Berikut adalah karakteristik
bradikardi sinus
a. Frekuensi :
40 sampai 60 denyut per menit
b. Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS;
interval PR normal.
c. Kompleks QRS : Biasanya normal
d. Hantaran :
Biasanya normal.
e. Irama
: Reguler
Semua karakteristik bradikardi sinus
sama dengan irama sinus normal, kecuali
frekuensinya. Bila frekuensi jantung yang lambat mengakibatkan perubahan
hemodinamika yang bermakna, sehingga menimbulkan sinkop (pingsan), angina, atau
disritmia ektopik, maka penatalaksanaan ditujukan untuk meningkatkan frekuensi
jantung. Bila penurunan frekuensi jantung diakibatkan oleh stimulasi vagal
(stimulasi saraf vagul) seperti jongkok saat buang air besar atau buang air
kecil, penatalaksanaan harus diusahakan untuk mencegah stimulasi vagal lebih lanjut. Bila pasien mengalami intoksikasi
digitalis, maka digitalis harus dihentikan. Obat pilihan untuk menangani
bradikardia adalah atropine. Atropine akan menghambat stimulasi vagal, sehingga
memungkinkan untuk terjadinya frekuensi normal.
b.
Takikardia Sinus
Takiakrdia sinus (denyut jantung
cepat) dapat disebabkan oleh demam, kehilangan darah akut, anemia, syok,
latihan, gagal jantung kongestif, nyeri,
keadaan hipermetabolisme, kecemasan, simpatomimetika atau pengobatan
parasimpatolitik. Pola EKG takikardia sinus adalah sebagai berikut :
Frekuensi
: 100 sampai 180
denyut permenit.
Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS, dapat tenggelam dalam
gelombang T yang mendahuluinya; interval PR normal.
Kompleks QRS : Biasanya mempunyai durasi normal.
Hantaran
: Biasanya
normal.
Irama
: Reguler.
Semua aspek takikardia sinus sama
dengan irama sinus normal kecuali frekuensinya. Tekanan sinus karotis, yang
dilakukan pada salah satu sisi leher, mungkin efektif memperlambat frekuensi
untuk sementara, sehingga dapat membantu menyingkirkan disritmia lainnya.
Begitu frekuensi jantung meningkat, maka waktu pengisian diastolic menurun,
mengakibatkan penurunan curah jantung dan kemudian timbul gejala sinkop dan
tekanan darah rendah. Bila frekuensi tetap tinggi dan jantung tidak mampu
mengkompensasi dengan menurunkan pengisian ventrikel, pasien dapat mengalami
edema paru akut.
Penanganan
takikardia sinus biasanya diarahkan untuk menghilangkan penyebabnya.
Propranolol dapat dipakai untuk menurunkan frekuensi jantung secara cepat.
Propranolol menyekat efek serat adrenergic, sehingga memperlambat frekuensi.
2. Aritmia Atrium
a. Kontraksi
premature atrium
Penyebab :
-
Iritabilitas otot atrium karena
kafein, alcohol, nikotin.
-
Miokardium teregang seperti pada
gagal jantung kongestif.
-
Stress atau kecemasan
-
Hipokalemia
-
Cedera
-
Infark
-
Keadaan hipermetabolik.
Karakteristik :
-
Frekuensi : 60 sampai 100 denyut per
menit.
-
Gelombang P : Biasanya mempunyai
konfigurasi yang berbeda dengan gelombang P yang berasal dari nodus SA.
-
Kompleks QRS : Bisa normal,
menyimpang atau tidak ada.
-
Hantaran : Biasanya normal.
-
Irama : Reguler, kecuali bila
terjadi PAC. Gelombang P akan terjadi lebih awal dalam siklus dan biasanya
tidak akan mempunyai jeda kompensasi yang lengkap.
Kontraksi atrium premature sering
terlihat pada jantung normal. Pasien biasanya mengatakan berdebar-debar.
Berkurangnya denyut nadi (perbedaan antara frekuensi denyut nadi dan denyut
apeksi) bisa terjadi. Bila PAC jarang terjadi, tidak diperlukan
penatalaksanaan. Bila terjadi PAC sering (lebih dari 6 per menit) atau terjadi
selama repolarisasi atrium, dapat mengakibatkan disritmia serius seperti
fibrilasi atrium. Sekali lagi, pengobatan ditujukan untuk mengatasi
penyebabnya.
b. Takikardia atrium paroksimal
Adalah takikardia atrium yang
ditandai dengan awitan mendadak dan penghentian mendadak. Dapat dicetuskan oleh
emosi, tembakau, kafein, kelelahan, pengobatan simpatomimetik atau alcohol.
Takikardia atrium paroksimal biasanya tidak berhubungan dengan penyakit jantung
organic. Frekuensi yang sangat tinggi dapat menyebabkan angina akibat penurunan
pengisian arteri koroner. Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal
jantung.
Karakteristik :
Frekuensi : 150 sampai 250 denyut per menit.
Gelombang P : Ektopik
dan mengalami distorsi dibanding gelombang P normal; dapat ditemukan pada awal
gelombang T; interval PR memendek (Kurang dari 0,12 detik).
Kompleks QR : Biasanya normal,
tetapi dapat mengalami distorsi apabila terjadi penyimpangan hantaran.
Hantaran
: Biasanya normal.
Irama
: Reguler.
c.
Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium (kontraksi otot
atrium yang tidak terorganisasi dan tidak terkoordinasi) biasanya berhubungan
dengan penyakit jantung aterosklerotik, penyakit katup jantung, gagal jantung
kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit jantung congenital.
Karakteristik :
Frekuensi
: Frekuensi
atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit; respons ventrikuler biasanya 120
sampai 200 denyut per menit.
Gelombang P : Tidak terdapat
gelombang P yang jelas; tampak indulasi yang iereguler, dinamakan gelombang
fibrilasi atau gelombang F, interval PR tidak dapat diukur.
Kompleks QRS : Biasanya normal.
Hantaran
: Biasanya normal
melalui ventrikel. Ditandai oleh respons ventrikuler ireguler, karena nodus AV
tidak berespon terhadap frekuensi atrium yang cepat, maka impuls yang
dihantarkan menyebabkan ventrikel berespon ireguler.
Irama : Ireguler dan biasanya
cepat, kecuali bila terkontrol. Ireguleritas irama diakibatkan oleh perbedaan
hantaran pada nodus AV.
3. Disritmia
Ventrikel
a.
Kontraksi prematur ventrikel
Kontraksi ventrikel premature (PVC)
terjadi akibat peningkatan otomatisasi sel
otot ventrikel. PVC bisa disebabkan oleh toksisitas digitalis, hipoksia,
hipokalemia, demam, asidosis, latihan, atau peningkatan sirkulasi katekolamin.
PVC jarang terjadi dan tidak serius. Biasanya pasien merasa berdebar-debar
tetapi tidak ada keluhan lain. Namun, demikian perhatian terletak pada
kenyataan bahwa kontraksi premature ini dapat menyebabkan disritmia ventrikel
yang lebih serius.
Pada pasien dengan miokard infark
akut, PVC bisa menjadi precursor serius terjadinya takikardia ventrikel dan
fibrilasi ventrikel bila :
-
Jumlahnya
meningkat lebih dari 6 per menit.
-
Multi focus
atau berasal dari berbagai area di jantung.
-
Terjadi berpasangan atau triplet.
-
Terjadi pada fase hantaran yang
peka.
Gelombang T memperlihatkan periode
di mana jantung lebih berespons terhadap setiap denyut dan tereksitasi secara
disritmik. Fase hantaran gelombang T ini dikatakan sebagai fase yang peka.
-
Frekuensi
: 60
sampai 100 denyut per menit.
-
Gelombang P
: Tidak akan muncul karena impuls berasal dari ventrikel.
-
Kompleks QRS :
Biasanya lebar dan aneh, berdurasi lebih dari 0,10 detik. Mungkin berasal dari
satu focus yang sama dalam ventrikel; atau mungkin memiliki berbagai bentuk
konfigurasi bila terjadi dari multi focus di ventrikel.
-
Hantaran : Terkadang
retrograde melalui jaringan penyambung dan atrium.
-
Irama :
Ireguler bila terjadi denyut premature.
-
Karakteristik :Untuk mengurangi
iritabilitas ventrikel, harus ditentukan penyebabnya dan bila mungkin,
dikoreksi. Obat anti disritmia dapat dipergunakan untuk pengobatan segera atau
jangka panjang. Obat yang biasanya dipakai pada penatalaksanaan akut adalah
lidokain, prokainamid, atau quinidin mungkin efektif untuk terapi jangka
panjang.
b.
Takikardia Ventrikel
Disritmia ini disebabkan oleh
peningkatan iritabilitas miokard, seperti PVC. Penyakit ini biasanya
berhubungan dengan penyakit arteri koroner dan terjadi sebelum fibrilasi
ventrikel. Takikardia ventrikel sangat berbahaya dan harus dianggap sebagai
keadaan gawat darurat. Pasien biasanya sadar akan adanya irama cepat ini dan
sangat cemas. Irama ventrikuler yang dipercepat dan takikardia ventrikel
mempunyai karakteristik sebagai berikut :
Frekuensi
: 150 sampai 200 denyut per menit.
Gelombang P : Biasanya
tenggelam dalam kompleks QRS; bila terlihat, tidak selalu mempunyai pola yang
sesuai dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan dengan kontraksi
atrium.
Kompleks QRS : Mempunyai konfigurasi
yang sama dengan PVC lebar dan anerh, dengan gelombang T terbalik. Denyut
ventrikel dapat bergabung dengan QRS normal, menghasilkan denyut gabungan.
Hantaran: Berasal dari ventrikel,
dengan kemungkinan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.
Irama : Biasanya regular, tetapi dapat juga
terjadi takikardia ventrikel ireguler.
Terapi
yang akan diberikan ditentukan oleh dapat atau tidaknya pasien bertoleransi
terhadap irama yang cepat ini. Penyebab iritabilitas miokard harus dicari dan
dikoreksi segera. Obat antidisritmia dapat digunakan. Kardioversi perlu
dilakukan bila terdapat tanda-tanda penurunan curah jantung.
c.
Fibrilasi Ventrikel
Fibrilasi ventrikel adalah denyutan
ventrikel yang cepat dan tak efektif. Pada disritmia ini denyut jantung tidak
terdengar dan tidak teraba, dan tidak ada respirasi. Polanya sangat ireguler
dan dapat dibedakan dengan disritmia tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi
aktivitas jantung, maka dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi
ventrikel tidak segera dikoreksi.
Karakteristik :
Frekuensi
:
Cepat, tak terkoordinasi dan tak efektif.
Gelombang P : Tidak
terlihat.
Kompleks QRS : Cepat, undulasi
ireguler tanpa pola yang khas (multifokal). Ventrikel hanya memiliki gerakan
yang bergetar.
Hantaran
:
Banyak focus di ventrikel yang melepaskan impuls pada saat yang sama
mengakibatkan hantaran tidak terjadi; tidak terjadi kontraksi ventrikel.
Irama
: Sangat ireguler dan tidak terkordinasi, tanpa pola yang khusus.
Penanganan segera adalah melalui defibrilasi.
F. Manifestasi Klinis
1.
Perubahan TD (hipertensi atau
hipotensi); nadi mungkin tidak teratur, defisit nadi; bunyi jantung irama tak
teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, cyanosis, berkeringat;
edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
2.
Sinkop, pusing, berdenyut, sakit
kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
3.
Nyeri dada ringan sampai berat,
dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah.
4.
Nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/kedalaman pernafasan, bunyi nafas tambahan (krekels, ronchi, mengi)
mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri
(edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal, hemoptisis.
5.
Demam; kemerahan kulit (reaksi
obat); inflamasi, eritema, odema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus
otot/kekuatan.
G. Pemeriksaan Penunjang
1.
EKG
Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidak-seimbangan elektrolit dan
obat jantung.
2.
Monitor Halter
Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan
dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di
rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek
obat antidisritmia.
3.
Foto dada
Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup.
4.
Scan pencitraan miokardia
Dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal
atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
5.
Tes stres latihan
Dapat dilakukan untuk
mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.
6.
Elektrolit
Peningkatan atau penurunan kalium,
kalsium dan magnesium dapat menyebabkan disritmia.
7.
Pemeriksaan
obat
Dapat
menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi
obat contoh digitalis, guinidin.
8.
Pemeriksaan tyroid
Peningkatan atau penurunan kadar
tyroid serum dapat menyebabkan meningkatkan disritmia.
9.
Laju sedimentasi
Peninggian dapat menunjukkan proses
inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
10.
GDA/nadi
oksimatri
Hipoksemia
dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
H. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi Medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
a.
Anti artimia kelas I : sodium
channel blocker.
Kelas I A :
-
Quinidine adalah obat yang digunakan
dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau
flutter.
-
Procainamide untuk ventrikel ekstra
sistole atrial fibrilasi dan aritmia yang menyertai anestesi.
-
Dysopiramide untuk SVT akut dan
berulang.
Kelas I B
-
Lignocain untuk aritmia ventrikel
akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
-
Mexiletine untuk aritmia entrikel
dan VT.
Kelas I C
-
Flecainide untuk ventrikel ektopik
dan takikardi.
b. Anti aritmia kelas 2 (beta adrenergik blokade).
-
Atenolol, metoprolol, propanolol :
indikasi aritmia jantung, angina pektoris dan hipertensi.
c. Anti aritmia kelas 3 (prolong repolarisation)
-
Amiodarone, indikasi VT, SVT
berulang.
d. Anti aritmia
kelas 4 (calcium channel blocker)
-
Verapamil, indikasi supraventrikular
aritmia.
2. Terapi
mekanis
Kardioversi : Mencakup pemakaian
arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya
merupakan prosedur elektif.
Defibrilasi : Kardioversi
asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.
Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat
untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa
atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
Terapi pacemaker : Alat listrik yang mampu
menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol
frekuensi jantung.
II. KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Pengkajian
mengenai nama ,umur, dan jenis kelamin perlu di kaji pada penyakit gagal
jantung alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada,status
perkawinan,gangguan emosional yang timbul dapat terjadi penyakit gagal jantung
2. Riwayat
keperawatan
a.
Keluhan
utama :
-
Dispneu,
batuk.
-
Mudah
lelah.
-
Denyut
jantung cepat.
-
Edema.
b.
Riwayat
penyakit sekarang
Riwayat serangan gagal
jantung,waktu serangan, riwayat pengobatan
yang di lakukan untuk meringankan gejala penyakit.
c.
Riwayat
kesehatan keluarga
Perlunya pengkajian tentang
riwayat penyakit keluarga yang lain pada anggota keluarga yang mungkin pernah
menderita panyakit gagal jantung.
3. Pemeriksaan
BioPsikososial
1.
Aktivitas/istirahat :
§
Tanda : keletihan sepanjang hari, nyeri dada dengan aktivitas, disepnea
pada saat istirahat.
§
Gejala : gelisah, letargi, tanda vital berubah pada saat aktivitas.
2.
Sirkulasi :
§
Gejala : riwayat hipertensi, infark miokard, penyakit katup jantung, bedah
jantung, endokarditis, anemia, syok septik, edema ekstermitas, dan abdomen.
§
Tanda : tekanan darah rendah/tinggi, tekanan nadi menyempit, takikardi,
disritmia, S1dan S2 melemah, murmur sistolik,perubahan denyut pada nadi
sentral, kebiruan, pembesaran hepar, krekels dan ronkhi.
3.
Integritas ego
§
Gejala : ansietas, dan stres.
§
Tanda : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
4.
Makanan/cairan
§
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan BB, edema
ekstermitas, dan penggunaan diuretik.
§ Tanda : penambahab BB,
edema pada abdomen.
5.
Eliminasi
§
Gejala : penurunan berkemih, urine berwarna gelap, nokturia, dan
konstipasi/diare.
6.
Higiene
§
Gejala : kelemahan dalam perawatan diri.
§
Tanda : penampilan menandakan kelalaian higiene personal.
7.
Neurosensori
§
Gejala : kelemahan, pening dan pingsan.
§
Tanda : letargi, kusut pikir disorientasi, perubahan prilaku, dan mudah
tersinggung.
8.
Kenyamanan
§
Gejala : nyeri dada, angina akut, nyeri abdomen, sakit pada otot.
§
Tanda : tidak tenang, gelisah, menarik diri, dan prilaku melindungu diri.
9.
Pernafasan
§
Gejala : disepnia, posisi semifowler, batuk tanpa sputum, riwayat penyakit
paru kronis,
10.
Keamanan
§
Gejala : perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan otot, kulit
lecet.
11.
Interaksi sosial
§
Gejala : Ketidakikutsertaan dalam kegiatan aktivitas.
12.
Pengajaran
§
Gejala : Lupa menggunakan obat-obatan yang dianjurkan.
§
Tanda : Terbukti pengobatan tidak berhasil.
4. Pemeriksaan fisik
Secara umum mencakup:
1)
Inspeksi
-
Melakukan pemeriksaan dengan melihat yaitu dengan mengkaji adanya edema
pada daerah ekstremitas atas maupun bawah
-
Kaji terjadinya sesak atau tidak pada saat pasien ekspirasi dan inspirasi.
-
Mengkaji distensi vena juguler(JVD).
2)
Palpasi
-
Melakukan pemeriksaan dengan rabaan yaitu dengan melakukan perabaan pada
hati apakah terjadinya perbesaran atau tidak (hepatomegali) dan adanya asites.
3)
Auskultasi
-
Mengkaji pernafasan
Paru
harus di auskultasi dengan interfal sesering mungkin untuk menentukan ada atau
tidaknya krekel dan wheezing.
-
Mengkaji jantung
Jantung
di auskultasi mengenai adanya bunyi jantung S3 atau S4.
5. Pemeriksaan penunjang
a.
EKG: Hipertropi atrial atau ventrikular, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan pola mungkin terlihat. Distripnia,
misalnya takikardia,fibrirasi atrial, mungkin sering terdapat KVP. Kenaikan
segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunujukkan
adanya aneorisme ventrikular.
b.
Sonogram: dapat menunjukkan di mensi perbesaran bilik,perubahan dalam
fungsi atau struktur katup,atau penurunan kontatilitas ventikular.
c.
Kateteritasi jantung: tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri,dan stenosis katup atau
insuvisiensi.
d.
Ronsen dada: dapat menunjukkan perbesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau
perubahan dalam pembuluh darah,mencerminkan peningkatan pulmonal.
e.
Enzim hepar: meningkat dalam gagal/kongnesti hepar.
f.
Elektrolit: mungkin berubah karna perpindahan cairan atau penurunan fungsi
ginjal, terapi deuretik.
g.
Oksimetri nadi: satu rasi oksigen mungkin rendah, terutama jika GJK akut memperburuk PPOM atau GJK kronik.
h.
AGD: gagal ventrikel kiri di tandai dengan alkalosis atau hipoksemia dengan
peningkatan PCO2.
i.
BUN, kreatinin: peningkatan BUN menandakan penurunan perkusi ginjal, kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan gagal ginjal.
j.
Albumin/transerin serum: mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan
protein atau penurunan sistesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti.
k.
HSD: mungkin menunjukan anemia, polisitemia,
atau perubahan kepekatan menandakan retensi air.
B. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1) Penurunan
curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik,
Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan structural, ditandai dengan ;
a.
Peningkatan
frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG
b. Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
c. Bunyi ekstra (S3 & S4)
d. Penurunan keluaran urine
e. Nadi perifer tidak teraba
f. Kulit dingin kusam
g. Krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
2) Aktivitas intoleran
berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen. Kelemahan umum,
Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai
dengan : Kelemahan, kelelahan,
Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan :
menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya
produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai dengan : Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan.
4) Resiko tinggi gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-alveolus.
5) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi
jaringan.
6) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai
kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang
hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan : Pertanyaan
masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
C. INTERVENSI
KEPERAWATAN
1.
Penurunan
curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik,
Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan structural, ditandai dengan ;
a.
Peningkatan
frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG
b.
Perubahan
tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
c.
Bunyi
ekstra (S3 & S4)
d.
Penurunan
keluaran urine
e.
Nadi
perifer tidak teraba
f.
Kulit
dingin kusam
g.
Ortopnea,krakles,
pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan
: Penurunan curah jantung teratasi
Kriteria
Hasil:
Klien akan Menunjukkan tanda vital dalam batas yang
dapat diterima (disritmia terkontrol
atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , Melaporkan penurunan epiode
dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja
jantung.
Intervensi
:
a.
Auskultasi
nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi
takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikel.
b.
Catat
bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2
mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4)
dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan
Inkompetensi/stenosis katup.
c.
Palpasi
nadi perifer
Rasional : Penurunan curah
jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis
dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi
dan pulse alternan.
d.
Pantau
Tekanan Darah
Rasional : Pada GJK dini,
sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak
mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
e.
Kaji kulit
terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat
menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh
jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori
GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan
kongesti vena.
f.
Berikan
oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn
sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia.
Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
2.
Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai
okigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya disrirmia,
Dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan: Klien
dapat memenuhi aktivitas secara mandiri
Kriteria Evaluasi
:
Klien
akan Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan,
memenuhi perawatan diri sendiri,
Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan
oelh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi:
a.
Periksa
tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien men
b.
ggunakan
vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi
ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi),
perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
c.
Catat
respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea
berkeringat dan pucat.
Rasional :
Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama
aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan
oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
d.
Evaluasi
peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional
: Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
e.
Implementasi
program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap
pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan
dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat
membaik kembali.
3.
Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3,
Oliguria, edema, Peningkatan
berat badan, hipertensi, Distres
pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan
:Terpenuhinya keseimbangan
cairan pada klien.
kriteria evaluasi:
Klien akan :
Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan
danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat
diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema., Menyatakan pemahaman tentang pembatasan
cairan individual.
Intervensi
:
a.
Pantau
pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran
urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu
diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
b.
Pantau/hitung
keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic
dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia)
meskipun edema/asites masih ada.
c.
Pertahakan
duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut
meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan
diuresis.
d.
Pantau TD
dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan
peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya
peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
e.
Kaji
bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral
(terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.
f.
Pemberian
obat sesuai indikasi (kolaborasi)
g.
Konsul
dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan
diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
4.
Resiko
tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran
kapiler-alveolus.
Tujuan:
Gangguan pertukaran gas
dapat teratasi.
Kriteria evaluasi:
Klien akan :
Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan
oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan.,
Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas kemampuan/situasi.
Intervensi
:
a.
Pantau
bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi
lanjut.
b.
Ajarkan/anjurkan
klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
c.
Dorong
perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d.
Kolaborasi
dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia
dapat terjadi berat selama edema paru.
e.
Berikan
obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
5.
Resiko
tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan:
Kerusakan integritas kulit dapat teratasi
Kriteria evaluasi:
Klien
akan : Mempertahankan integritas kulit,
Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi:
a.
Pantau
kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya
terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko
karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status
nutrisi.
b.
Pijat area
kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan
aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
c.
Ubah
posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki
sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
d.
Berikan
perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional
: Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.
e.
Hindari
obat intramuskuler
Rasional : Edema
interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi
untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi..
6.
Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan
berhubungan dengan kurang
pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal,
ditandai dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK
yang dapat dicegah.
Tujuan: Pengetahuan klien dapat bertambah sehingga
koping individu lebih efektif.
Kriteria evaluasi:
Klien akan :
a.
Mengidentifikasi
hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.
b.
Mengidentifikasi
stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.
c.
Melakukan
perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi:
a.
Jelaskankan
fungsi jantung normal
Rasional : Pengetahuan
proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan.
b.
Kuatkan
rasional pengobatan.
Rasional : Klien percaya
bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas
gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi
gejala.
c.
Anjurkan
makanan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu
adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi
menghentikan tidur.
d.
Rujuk pada
sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi
Rasional : dapat
menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran
Bandung, September 1996, Hal. 443 - 450
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC,
Tahun 2002, Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.
European Society of Cardiology.
2008. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure 2008. European Heart Journal 29, 2388-2442
Penyakit Dalam : Edisi Kelima, Jilid II. Jakarta:
InternaPublishing
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata K., M., Setiati, S.
2009. Buku Ajar Ilmu
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit), Buku 2, Edisi 4,
Tjokronegoro, Arjatmo.2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.[Jilid II.
Edisi I, II].Jakarta.Pusat Penelitian Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Tahun
1995, Hal ; 704 – 705 & 753 - 763.
Wilkinson, Judith M.2006.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Intervensi NIC dan
Kriteria NOC.Jakarta:
EGC
No comments:
Post a Comment