KELAINAN
REFRAKSI
Kelainan refraksi adalah penurunan
ketajaman penglihatan yang dapat dikoreksi dengan kaca mata.
Ketajaman penglihatan dikatakan normal apabila mata tanpa akomodasi dapat dengan jelas melihat gambar/ tulisan pada jarak 6 meter dengan sudut pandanng 5ยบ (sudut visualis).
Ketajaman penglihatan dikatakan normal apabila mata tanpa akomodasi dapat dengan jelas melihat gambar/ tulisan pada jarak 6 meter dengan sudut pandanng 5ยบ (sudut visualis).
Kelainan refraksi disebut
juga “refraksi anomali”, ada 4 macam kelainan refraksi yang dapat mengganggu
penglihatan dalam klinis, yaitu:
a. Miopia
b. Hipermetropia
c. Astigmatisma
d. Afakia
A. Miopia
Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar
masuk ke bola mata tanpa akomodasi akan dibiaskan didepan retina. Untuk
mengoreksinya dipakai lensa sferis minus.
Bentuk dari
Miopia menurut penyebabnya:
a.
Miopia aksial
Diameter antero-posterior dari bola mata lebih panjang dari
normal, walaupun kornea dan kurvatura lensa normal dan lensa dalam posisi
anatominya normal. Miopia dalam bentuk ini dijumpai pada proptosis sebagai
hasil dari tidak normalnya besar segmen anterior, peripapillary myopic
crescent dan exaggerated cincin skleral, dan stafiloma posterior.
b. Miopia
kurvatura
Mata memiliki diameter antero-posterior normal, tetapi kelengkungan dari
kornea lebih curam dari rata-rata, missal : pembawaan sejak lahir atau
keratokonus, atau kelengkungan lensa bertambah seperti pada hiperglikemia
sedang ataupun berat, yang menyebabkan lensa membesar.
c. Miopia
karena peningkatan indeks refraksi
Peningkatan indeks refraksi daripada lensa berhubungan dengan permulaan
dini atau moderate dari katarak nuklear sklerotik. Merupakan penyebab
umum terjadinya Miopia pada usia tua. Perubahan kekerasan lensa meningkatkan
indeks refraksi, dengan demikian membuat mata menjadi myopik.
d. Miopia
karena pergerakan lensa ke anterior
Keadaan ini sering terlihat setelah operasi glaukoma dan akan
meningkatkan miopia pada mata.
B. Hipermetropia
Hipermetropia (hyperopia) atau ‘Far – sightedness’
adalah suatu kelainan refraksi daripada mata dimana sinar – sinar yang berjalan
sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi dibiaskan dibelakang retina, oleh
karena itu bayangan yang dihasilkan kabur. Untuk mengoreksinya dipakai lensa
sferis plus.
Struktur
Hipermetropia berdasarkan pada konfigurasi anatomi dari bola mata :
a. Hipermetropia
Aksial
Bola
mata lebih pendek dari normal pada diameter antero-posterior, meskipun media
refraksi (misalnya lensa atau kornea) normal.
b. Hipermetropia
kurvatura
Keadaan dimana kelengkungan lensa atau kornea lebih tipis dari normal dan
power refraksinya turun. Sekitar setiap 1 mm penurunan dari radius kelengkungan
tersebut menghasilkan Hipermetropia 6 D
c. Hipermetropia
indeks refraksi
Terjadi penurunan indeks refraksi akibat penurunan dari densitas beberapa
atau seluruh bagian dari system optik mata, juga penurunan power refraksi mata.
Biasanya terjadi pada usia tua dan juga pada penderita diabetes terkontrol.
C. Astigmatisma
Astigmatisma adalah suatu kondisi dengan kurvatura yang
berlainan sepanjang meridian yang berbeda-beda pada satu atau lebih permukaan
refraktif mata ( kornea, permukaan anterior atau posterior dari lensa mata ),
akibatnya pantulan cahaya dari suatu sumber atau titik cahaya tidak terfokus
pada satu titik di retina.
Pada
astigmatisma, karena adanya variasi dari lengkungan kornea atau lensa pada
meridian yang berbeda-beda mencegah berkas sinar itu memfokuskan diri kesatu
titik.
Jenis-jenis
Astigmatisma
1.
Astigmatisma Reguler
Secara
teori, pada setiap titik pada permukaan yang lengkung, arah dari kelengkungan
yang terbesar dan yang terkecil selalu terpisah 90 derajat tetapi arah ini bias
beribah saat melewati satu titik ke titik yang lain. Bila meridian utama dari
astigmatisma mempunyai orientasi yang konstan pada setiap titik yang melewati
pupil dan apabila ukuran astigmatisma ini sama pada setiap titik. Kondisi
refraktif ini dikenal sebagai astigmatisma regular. Dan ini bisa dikoreksi
dengan kacamata lensa silindris.
Berdasarkan
axis dan sudut antara 2 meridian utama, astigmatisma reguler dibagi atas:
1.
Horizonto-vertikal astigmatisma
Dibagi
dalam 2 bentuk :
a. Astigmatisma with the rule
Suatu
astigmatisma dimana meridian vertical lebih curam dari horizontal, dikoreksi
dengan lensa silindris positif dengan axis 9020 atau lensa silindris negatif
dengan axis 18020.
b. Astigmatisma against the
rule
Suatu
astigmatisma dimana meridian horizontalnya lebih curam dari meridian vertical.
Koreksinya dengan lensa silindris positif dengan axis 18020 atau lensa
silindris negatif dengan axis 9020.
2. Astigmatisma
oblique
Suatu
bentuk regular astigmatisma dimana garis meridian utamanya tidak tegak lurus
tapi miring dengan axis 45 dan 135.
Tipe
Refraktif Dari Astigmatisma Reguler
Bergantung
pada posisi dari 2 garis fokus yang berhubungan ke retina, astigmatisma regular
lebih lanjut dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe :
a.
Simple astigmatisma
Berkas
cahaya pada satu meridian terfokus tepat did retina, dan cahaya pada meridian
yang lain terfokus pada titik didepan retina disebut simple myopic
astigmatisma. Jika cahaya itu terfokus dibelakang retina disebut simple
hypermetropic astigmatisma.
Contoh : C – 2 x 90 atau C 2 x 90.
b. Compound
astigmatisma
Pada jenis ini, berkas cahaya pada kedua meridian terfokus didepan retina
disebut astigmatisma Miopia compound dan jika terfokus dibelakang retina
disebut astigmatisma Hipermetropia compound.
Contoh : S 4, C 2 x 90 atau S 4, C 2 x 90
c. Mixed
astigmatisma
Pada jenis ini berkas cahaya pada satu meridian terfokus pada titik di
depan retina dan cahaya pada meridian yang lain terfokus di belakang retina.
Contoh : S 4, C 2 x 90 atau S 4, C 2 x 90
2.
Astigmatisma Irregular
Suatu
astigmatisma dimana sinar-sinar sejajar dengan garis pandang dibias tidak
teratur. Astigmatisma irregular ini bersifat / mempunyai perubahan-perubahan
irregular dari tenaga refraksinya pada meridian-meridian yang berbeda. Terdapat
multi meridian yang tidak dapat dianalisa secara geometris. Lensa silindris
hanya sedikit memperbaiki penglihatan dalam kasus-kasus ini, tapi dapat
diterapi dengan lensa kontak rigid.
D. Afakia
Afakia
secara literature berarti tidak adanya lensa dalam mata. Afakia akan
mengakibatkan Hipermetropia tinggi.
Penyebab
:
1.
Kongenital.
Suatu
keadaan yang jarang dimana lensa tidak ada sejak lahir.
2.
Afakia paska operasi.
Terjadi
setelah operasi ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction ), ECCE ( Extra Capsular Cataract Extraction ).
3. Post
Traumatik.
Diikuti
oleh trauma tumpul atau tembus, yang mengakibatkan subluksasi atau dislokasi
dari lensa.
4.
Posterior dislokasi dari lensa ke vitreus akan menyebabkan optikal Afakia.
Optik
Afakia dari mata : perubahan optik terjadi setelah keluarnya lensa.
1. Mata
menjadi Hipermetropia tinggi
2. Total
power mata berkurang dari 60 D menjadi 44D
3. Fokal
poin anterior menjadi 23.2 mm didepan kornea
4. Posterior
fokal poin sekitar 31 mm dibelakang kornea atau sekitar 7 mm dibelakang mata normal ( panjang bola mata
anterior-posterior sekitar 24 mm )
Terapi :
untuk mengkoreksi Afakia terdiri dari kacamata, kontak lensa, intraokular
lensa.
Kelainan refraksi telah dilaporkan sebagai penyebab gangguan
penglihatan yang mencolok diberbagai belahan dunia. Prevalensi yang tinggi dari
gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi juga telah dilaporkan terjadi
diseluruh dunia, gangguan refraksi ini dapat diterapi, dimana sebagian besar
dapat dikoreksi.
Berdasarkan analisis WHO, diperkirakan terdapat 45 juta orang
mengalami kebutaan dan 135 juta orang dengan low vision atau terdapat kurang
lebih 180 juta orang dengan gangguan penglihatan diseluruh dunia.
Salah satu penyebab kebutaan adalah
kelainan refraksi yang tidak terkoreksi. Hal; ini dapat diketahui dari
laporan-laporan penelitian mengenai kelainan refraksi. Kelainan refraksi
menjadi penyebab kebutaan ( ditandai dengan tajam penglihatan < 20/200 pada
mata yang terbaik ) pada 0,3% populasi did Andra Pradesh India. Prevalensi
kebutaan akibat kelainan refraksi pada usia 40 tahun atau lebih adalah 1,06% di
Andra Pradesh India dan 0,11% di Victoria Australia.
Prevalensi yang tinggi dari gangguan penglihatan akibat
kelainan refraksi yang tidak terkoreksi atau koreksinya tidak optimal telah
dilaporkan dalam 10 tahun terakhir ini dari beberapa penelitian-penelitian
survey, seperti Baltimore Eye Survey, The Blue Mountains Eye Study, The
Victoria Visual Impairment Project, dan Andra Pradesh Eye Diseases Study.
Sebagian besar penelitian epidemiologi terhadap kelainan
refraksi difokuskan pada Miopia, mungkin hal ini disebabkan karena Miopia
merupakan penyebab tersering gangguan penglihatan pada kelainan refraksi.
Miopia juga dapat berhubungan dengan kelainan mata
yang lain seperti retinal detachment dan myopic retinal degeneration, dimana
hal ini dapat mengakibatkan hilangnya penglihatan.
No comments:
Post a Comment